
Di era di mana striker muda baru umur 21 udah dilabelin “the next Messi”, ada satu sosok yang justru baru meledak di usia kepala tiga. Dan bukan cuma meledak, dia bahkan jadi top scorer di liga top, ikut Timnas Spanyol, dan mencetak gol ikonik di usia 39. Nama dia? Aritz Aduriz.
Dia bukan tipikal bintang yang viral, gak punya gaya selebrasi nyentrik, gak main gaya hidup mewah ala superstar. Tapi setiap kali bola dikasih ke kakinya di kotak penalti, lo tau yang terjadi: goal.
Kisah Aduriz adalah kisah tentang ketekunan, loyalitas, dan bukti bahwa karier bisa mekar telat tapi tetap luar biasa. Yuk, kita bedah bareng perjalanan striker paling “low profile tapi mematikan” di era modern La Liga ini.
Awal Karier: Lahir dan Besar di Basque
Aritz Aduriz Zubeldia lahir di San Sebastián, Spanyol pada 11 Februari 1981, tepat di jantung wilayah Basque Country. Dan karena dia tumbuh di tanah Basque, hampir mustahil buat gak terhubung dengan Athletic Bilbao, klub dengan filosofi unik: hanya memakai pemain berdarah Basque.
Awalnya, Aduriz gak langsung gabung Bilbao. Dia mulai karier di Aurrerá, lalu pindah ke Athletic Bilbao B. Tapi karena waktu itu dia belum terlalu menonjol, dia sempat dipinjamkan dan pindah ke klub-klub kecil lain seperti Burgos CF dan Real Valladolid.
Tapi satu hal gak berubah: dia selalu cetak gol, bahkan ketika klubnya gak dalam spotlight.
Naik-Turun: Dari Balik Bayangan ke Panggung Utama
Tahun 2006, Aduriz gabung Real Mallorca, dan ini jadi salah satu fase penting. Di Mallorca, dia tampil konsisten dan mulai dikenal sebagai striker yang:
- Tajam di udara
- Cerdas dalam positioning
- Kuat secara fisik
- Gak butuh banyak peluang buat cetak gol
Dia bukan tipe striker lari kencang atau jago dribble. Tapi dia tahu gimana cara ngegoalin. Dan buat pelatih, striker kayak gini priceless.
Tahun 2008, dia balik ke Athletic Bilbao untuk pertama kalinya. Tapi karena persaingan, dia gak selalu starter. Akhirnya, dia sempat pindah ke Valencia pada 2010.
Di Valencia, dia tetap produktif meski jadi pelapis David Villa dan Roberto Soldado. Tapi nasib berkata lain — dia balik lagi ke Bilbao pada 2012.
Dan di sinilah, kisah heroik dimulai.
Kembali ke Bilbao: Saat “Late Bloomer” Jadi Monster
Aduriz balik ke Athletic Bilbao di usia 31 tahun. Di saat banyak striker mulai menurun, dia justru meledak.
Mulai musim 2012/13 sampai 2019/20, Aduriz terus-terusan jadi mesin gol Bilbao. Bahkan beberapa musim dia jadi top scorer lokal di La Liga, ngalahin pemain yang jauh lebih muda darinya.
Contoh? Musim 2015/16, dia cetak 20 gol La Liga. Musim 2016/17, dia cetak 24 gol di semua kompetisi. Gokilnya lagi, dia sering banget cetak gol di laga besar — lawan Barca, Real Madrid, hingga di Eropa.
Dan lo tau gaya mainnya? Pure striker klasik. Gak banyak gerak, tapi 1 sentuhan, selesai. Heading? Bagus. Tendangan jarak dekat? Tajam. Penalti? Tenang banget.
Dia adalah definisi “finisher”.
Gol Ikonik vs Barcelona: Tendangan Salto di Usia 38
Kalau lo pengen satu momen yang ngewakilin siapa Aduriz sebenarnya, ini dia:
Athletic Bilbao vs Barcelona, La Liga 2019. Masuk sebagai pemain pengganti di menit akhir. Bola disilang ke kotak penalti. Aduriz langsung angkat kaki — tendangan salto dari udara, dan GOAL.
Itu terjadi waktu dia 38 tahun. Dan gol itu jadi gol terbaik musim itu di La Liga.
Itu bukan cuma skill, tapi bukti dia masih punya kepercayaan diri dan timing yang tepat, bahkan di usia di mana banyak pemain udah pensiun.
Timnas Spanyol: Telat Masuk, Tapi Tetap Berkesan
Aduriz baru benar-benar masuk Timnas Spanyol secara rutin di usia 35. Banyak yang bilang dia layak dipanggil lebih awal, tapi waktu itu Spanyol lagi penuh striker elite: Torres, Villa, Morata, Costa, Negredo, dan lainnya.
Tapi Aduriz gak nyalahin siapa-siapa. Waktu akhirnya dia dipanggil buat Euro 2016, dia main maksimal meski bukan starter utama.
Dia cetak beberapa gol penting di laga uji coba dan babak kualifikasi. Dia gak pernah komplain soal menit main, gak drama. Tetap profesional.
Gaya Main: Klasik, Tajam, dan Cerdas
Aduriz gak cocok buat tim yang main high press dan butuh striker lari terus. Tapi kalau lo punya tim yang bisa ngumpan silang, atau lo butuh finisher murni? Dia adalah pilihan utama.
Karakteristik:
- Positioning elite: tahu banget kapan harus berdiri di mana
- Sundulan kuat: meski gak setinggi target man, tapi lompatannya akurat
- Kaki kanan maut: satu sentuhan, selesai
- Tenang di kotak penalti: gak panik, gak buru-buru
Dia bukan striker modern, tapi efektif banget. Bahkan di era pressing dan build-up kompleks, Aduriz tetep bisa ngasih kontribusi karena skill finishing-nya yang luar biasa.
Loyalitas ke Athletic Bilbao
Satu hal yang bikin Aduriz spesial adalah loyalitasnya ke Bilbao. Dia pernah pindah klub, tapi selalu balik. Dan waktu ditawarin pensiun di klub lain atau pindah ke MLS dengan bayaran tinggi, dia tolak.
Dia bilang:
“Athletic adalah rumah saya. Di sinilah saya mau mengakhiri semuanya.”
Dia pensiun di tahun 2020, di usia 39 tahun, karena cedera pinggul. Tapi dia pensiun dengan kepala tegak. Semua orang tahu: Aduriz ninggalin jejak yang dalam.
Warisan: Striker Kuno yang Relevan di Era Modern
Aduriz itu bukti bahwa lo gak harus jadi pemain viral buat jadi legenda. Gak semua striker harus punya dribble kayak Neymar atau kecepatan Mbappé. Kadang, lo cukup punya insting, disiplin, dan kemampuan finishing yang bisa diandalkan.
Dia juga bukti bahwa usia bukan penghalang. Banyak striker udah habis di 33. Aduriz? Cetak 10+ gol per musim sampai usia 38.
Penutup: Aritz Aduriz, Legenda Tanpa Sorotan yang Tetap Bersinar
Aritz Aduriz adalah striker yang gak pernah cari spotlight. Tapi justru karena itulah, dia disayang banyak fans — bukan cuma di Bilbao, tapi di seluruh Spanyol. Dia main karena cinta. Dia bertahan karena loyal. Dan dia cetak gol karena memang jago.
Dan di dunia sepak bola yang makin penuh gimmick, pemain kayak Aduriz itu langka. Dia bukan legenda global. Tapi buat yang paham bola, dia adalah striker kelas dunia yang gak pernah berubah sejak awal.